Menurut Anda, Siapa Presiden 2009-2014

Peluang JK-Wiranto Kecil, Lebih Baik Ikut PDIP-Gerindra Saja

Partai Golkar diisukan akan mengusung Jusuf Kalla-Wiranto sebagai capres dan cawapres. Peluang keduanya untuk menang diprediksi sangat kecil. "Berat, kalau mereka tetap ingin ngotot maju," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli. Jika tetap dipaksakan, Lili yakin akan terjadi 2 putaran dalam pemilihan presiden. Namun peluang JK-Wiranto untuk lolos di putaran pertama pun sangat berat.

"Posisi tawar mereka juga harus berbeda dengan incumbent," imbuhnya.

Lili menyarankan, sebaiknya Golkar ikut dengan koalisi besar saja yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra dan Hanura. Hal ini bertujuan untuk membangun agenda perbaikan bangsa ke depan secara bersama-sama. Pimpinan PDIP, Golkar, Hanura dan Gerindra harus duduk satu meja dan memikirkan solusi yang baik. Setelah itu, baru disepakati siapa saja yang akan menjalankannya nanti.

"Tapi pertanyaannya, apakah partai-partai tersebut mau melepas egonya masing-masing," pungkasnya.

Di samping itu, Partai incumbent juga memprediksikan bahwa koalisi besar itu tidak akan mungkin terealisasi. Obsesi menjadi presiden, menurut PD, yang menjadi alasannya. "Saya yakin koalisi 6 partai yaitu Golkar, PDIP, Hanura, Gerindra, PPP, dan PAN tidak mungkin terjadi," tutur Ketua Fraksi PD DPR Syarif Hasan.

Hal ini disampaikan Syarif seusai rapat paripurna DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (29/4/2009).

Menurut Syarif, enam partai itu, terlebih PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura, tidak bisa dipersatukan karena memiliki perbedaan kepentingan. Partai-partai ini, menurut Syarif, tidak memiliki kepentingan membangun koalisi bersama untuk bangsa, tapi sama-sama mengincar posisi presiden.

"Tidak mungkin sama-sama, karena beda kepentingan, bingung siapa capres, siapa cawapres. Jadi tidak mungkin terjadi," kata Syarif. Syarif kemudian menawarkan diri agar Golkar mau kembali ke pangkuan PD. Syarif mengaku PD masih membuka pintu koalisi dengan Golkar. "Tidak benar kita menzalimi Golkar, kita berkomunikasi terus," pungkasnya.

Jika memang PD masih menawarkan kepada Golkar, kenapa Golkar kok tidak secepatnya merespon? Kalau merasa Ego dari Ketum yang mengakibatkan koalisi itu tidak terealisasi, lebih baik MUNASLUB karena ketum sudah tidak lagi memikirkan kepentingan bersama, namun lebih pada kepentingan pribadi....

Selengkapnya......

Golkar Talak 1 Demokrat, Tapi ada Indikasi Rujuk

Belakangan ini suhu politik Indonesia sedang memanas atau boleh saya katakan sedang mengalami proses menuju global warming politic yang suhunya hampir mencapai 70* Celcius. Tapi bukan Politikus kita kalau belum bisa membuat masyarakat or rakyat banyak bingung tujuh keliling, karena memang seperti itulah prilaku para politikus kita...
Partai Demokrat menyatakan tak menduga bahwa hari ini telah terjadi kebuntuan pembicaraan koalisi dengan Partai Golkar. "Kami tidak menduga, penghentian pembicaraan itu dilakukan secara sepihak," ungkap Anas Urbaningrum usai pertemuan antara Tim 9 dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pendopo Kediaman di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu 22/4/2009 yang lalu.

"Bagaimanapun pernyataaan yang dikeluarkan oleh Partai Golkar, Partai Demokrat menghormati sepenuhnya itu hak politik Golkar," ungkap Anas waktu itu. Sebelumnya Anas menceritakan, pada Selasa malam lalu, Partai Demokrat telah melaporkan hasil pertemuan antara tim 9 dan tim 3 Partai Golkar, kepada Dewan Pembina Demokrat.

Dalam hal ini SBY meminta untuk mengendepankan terlebih dahulu masalah yang belum disepakati, yakni mengenai ditetapkannya capres/cawapres yang akan diajukan oleh Golkar, apakah satu nama atau beberapa nama.

"SBY berpesan, hal ini untuk dibicarakan kembali pada pertemuan selanjutnya," ujarnya.
Partai Demokrat tetap menunggu komunikasi lanjutan dengan Partai Golkar. Meskipun telah ada pernyataan sepihak bahwa Partai Golkar memutuskan untuk bercerai dari koalisi dengan Demokrat. Hal itu dipertegas oleh Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Syarif Hasan usai pertemuan Tim 9 dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.

Syarif mengatakan, Demokrat sudah membuka diri untuk tetap memberikan kesempatan berkoalisi bersama partai yang telah bermitra selama 4,5 tahun ini. "tergantung Golkarnya lah. Kita kan sudah terbuka. Ya, kita tunggu dari sana," ujarnya.

Mengenai sikap SBY mendengar keputusan sepihak dari Golkar, kata Syarif, Ketua Dewan Pembina Demokrat itu tampak biasa. "Sikap SBY? SBY biasa saja," pungkas Syarif.
Namun belakangan ini, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono mengungkapkan kecenderungan DPP partainya untuk kembali menggalang koalisi dengan Partai Demokrat dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 8 Juli 2009 mendatang.

"Kecenderungannya Dewan PImpinan Pusat (DPP) adalah (berkoalisi) dengan Partai Demokrat, karena suara-suara publik seperti itu," ujarnya di Jakarta, Senin, di sela-sela rapat paripurna pembukaan masa sidang DPR RI di Jakarta, Senin.

Namun Agung menambahkan, kecenderungan itu untuk sementara ini menginginkan dan merekomendasikan hasil rapat pimpinan nasional (rapimnas) khusus Partai Golkar yang diselenggarakan beberapa waktu lalu justru menginginkan JK untuk masju sebagai Capres.

Lebih lanjut, ia mengatakan, kecenderungan DPP bersikap demikian, demi kepentingan menjaga stabilitas politik dan mewujudkan kinerja pemerintahan yang lebih baik. Agung juga mengatakan, kembali terbangunnya koalisi Partai Golkar dan Partai Demokrat itu semuanya bergantung pula pada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) i dan Partai Golkar tidak bisa memutuskan sendiri.

Ketika ditanya tentang komunikasi politik yang telah terjalin dengan partai-partai lainnya, Agung mengatakan, partainya harus berkomunikasi dengan siapa saja dan komunikasi politik yang sudah terbangun juga tidak akan dinafikan begitu saja.

Namun demikian, ia menambahkan, komunikasi politik sekarang ini yang utama adalah dengan kubu SBY dan pada Minggu ini pertemuan itu akan digelar tetapi kedua pihak memutuskan untuk menundanya.

Selengkapnya......

Boikot Pemilu PILPRES 2009

Merasa sejumlah tuntutannya tidak direspon, Megawati Soekarnoputri, Wiranto dan Prabowo, mewakili apa yang mereka namakan kelompok "Teuku Umar" berencana mengajukan tuntutan resmi kepada pemerintah dan KPU, atas segala kekisruhan yang terjadi selama pelaksanaan pemilu legislatif 2009. Mereka bahkan mengancam akan memboikot pemilihan presiden Juli mendatang jika pemerintah lepas tangan.

Selama sekitar 1,5 jam Wiranto, Senin (20/04/09) kemarin, bertemu dengan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Menurut Ketua Umum Partai Hanura ini, mereka secara intens membahas kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pemilu legislatif lalu. Dalam dua hari kedepan mereka akan mengajukan tuntutan secara legal kepada pemerintah dan KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk bertanggungjawab. Jika tidak ada tanggapan dari instansi pemerintah tersebut, kemungkinan mereka akan memboikot pemilu pilpres mendatang.

Wiranto merupakan satu dari sejumlah tokoh yang merapat ke Megawati Soekarnoputri, selain Prabowo Subianto dan sejumlah pemimpin parpol yang merasa tidak puas dengan hasil pemilu. Mereka membentuk kubu yang saat ini dikenal publik sebagai kelompok Teuku Umar. Kisruh daftar pemilih tetap (DPT) mewarnai pemilu legislatif. Protes pun mengalir. Salah satunya para mantan aktivis '98. Mereka pun menyerukan penolakan pemilu dan pemboikotan pilpres.

"Pemilu harus diulang karena adanya cacat DPT atau boikot pilpres 2009. Kini kita berada di tengah krisis konstitusi ketatanegaraan," kata Mantan Ketua Senat Universitas Mercubuana A Rohman, dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakpus, pada Senin (20/4/2009).

Para mantan aktivis '98 itu yang dahulu tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) antara lain Ubaidillah (mantan Ketua Senat UNJ), Panca Nainggolan, dan lainnya, menandatangani petisi. "Hentikan penghitungan, presiden mengatakan bahwa itu kesalahan KPU, tetapi data kependudukan disediakan oleh pemerintah, jadi pemerintah yang harus bertanggung jawab," jelas A Rohhman.

Menurut dia, ketua dan anggota KPU juga harus mengundurkan diri karena telah gagal dalam menyelenggarakan pemilu. "Mundur disini bukan untuk melanggar hukum formal, tetapi lebih sebagai suatu sikap moral sebagai orang yang dipercaya tapi melakukan kesalahan dan kegagalan dalam mengemban tugas rakyat, jadi butuh etika politik," ujarnya.

Selain itu, presiden dan wapres segera non-aktif dari jabatannya agar pemilu berlangsung jurdil dan pemerintahan dijalankan oleh Triumvirat. "Maka Mendagri, Menlu, dan Menhan akan bekerja secara eksekutif dalam menjalankan pemerintahan," tambahnya.

Selengkapnya......

Ancaman PKS; Mandul di Tengah Jalan

Capres Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai ancaman Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keluar dari koalisi parpol yang mengusungnya bila ia berduet lagi dengan Jusuf Kalla (JK) merupakan hak partai politik.

"Saya mendengar pandangan seperti itu. Itu hak teman-teman parpol menyatakan pendangannya," kata SBY dalam jumpa pers dengan wartawan di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (19/4/2009).

SBY berjanji akan menetapkan pasangan cawapresnya dengan pertimbangan yang tepat. Presiden SBY juga mengaku tidak takut dengan kemungkinan muncul istilah matahari kembar dalam pemerintahan yang akan datang, bila kembali berhasil memenangkan Pilpres.

"Mengenai istilah jangan sampai ada dua matahari, itu tidak mungkin terjadi manakala masing-masing paham tentang tugas dan kewajibanya, memahami otoritas yang diatur dalan konstitusi, dll. Saya tak takut atau khawatir dengan kemungkinan matahari kembar atau dua matahari," kata SBY.

Namun tentu saja keputusan tetap di tangan SBY dan Demokrat untuk menentukan dengan siapa mereka berniat, kalau dihitung secara rasional, maka Golkar dengan 14% suara akan lebih realistis akan tetapi kalo pilihan ini diambil maka akan kemanakah PKS?

Seandainya PKS ada bersama dengan PDIP, HANURA, GERINDRA, PAN dan partai lain yang mendukung PDIP, maka Demokrat harus sungguh sangat serius berhitung dan mengkalkulasi dengan seksama, karena masih lebih mungkin PKS ke PDIP daripada Golkar yang ke PDIP. Walaupun sebenarnya PKS menolak mentah-mentah Presiden Perempuan karena idiologi kerasnya, tapi kalau untuk tujuan politik, apa sih yang nggak...!? Semua cara harus dilakukan.

Jadi, siapakah pemenang antara PKS vs Golkar? Kita tunggu jawabannya dari Demokra
t aja deh... iya kan!? Masa mau nunggu jawaban dari PKS, PDIP, PAN or PMB hahaha...

Sampai berita ini diturunkan, pihak PKS masih bungkam atas pernyataan SBY... Tuh kan, masih kecil kok belagu sih PKS...!? Introspeksi diri dulu lah... Akhirnya terkabul juga permintaan PKS untuk keluar dari koalisi... Amin :-)

Selengkapnya......
 
Cebong`s Notez
---- Bincang-bincang Politik Indonesia. Green World Blogger Template---- © Template Design by Syam