Menurut Anda, Siapa Presiden 2009-2014

PEMILU LEGISLATIF (PILEG) 2009 DI HARI GAWAT

Menurut perhitungan falaqiyah, pileg 9 April 2009 yang bertepatan dengan Kamis Pahing, tanggal 13 Jumadil Awal 1942 menurut kalender Jawa, atau tanggal 13 Jumadil Ula 1930 Hijriyah, jatuh di hari yang disebut sebagai “Yaumunnahsin” atau berarti hari nahas. Lantas, kegawatan apa yang akan terjadi…?

Inilah untuk kali pertama kita menyelenggaran pemilu dengan sistim distrik murni, atau dengan kata lain pemilihan para calon anggota legislatif, mulai dari tingkat DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Propinsi, dan DPR-RI, ditentukan dengan suara terbanyak. Disatu sisi sistim ini menjanjikan tingkat keterwakilan murni yang sepenuhnya berdasarkan sebagai suara rakyat mayoritas, dan inilah makna demokrasi yang sebenarnya, namun di sisi yang lain sistim ini pun memunculkan berbagai kekhawatiran. Sebagai contoh, sistim distrik murni sejatinya tidak bisa diterapkan untuk pemilu yang sifatnya multi partai. Disamping kurang efektif, hal ini juga akan membingungkan konstituen dengan taraf pendidikan rendah. Ukuran surat suara yang relatif besar, dan ditaburi dengan gambar-gambar partai sekaligus nama caleg yang mencapai ribuan, kuat dugaan akan menimbulkan banyaknya surat suara tidak sah, rusak, atau malah tidak dicoblos. Hal ini setidaknya bisa dibuktikan lewat simulasi yang diselenggarakan di sejumlah daerah.Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan suara terbanyak, juga tidak lantas memberi jaminan keterpilihan wakil rakyat yang berkualitas. Kritik majalah ini, justeru sistim ini malah membuka ruang yang sangat lebar terjadinya distorsi dari demokrasi itu sendiri. Dengan suara terbanyak, obyektifitas pilihan rakyat akan semakin menonjol. Misalnya saja, rakyat memilih karena faktor kedekatan keluarga, atau karena balas jasa politik. Hal ini jelas menihilkan subyektifitas, sehingga program-program yang disodorkan parpol menjadi tidak bermakna.


Sistim suara terbanyak juga patut kita curigai justeru akan menciptakan politik dagang sapi yang lebih parah lagi. Adalah hampir mustahil seorang caleg miskin dapat terpilih, meskipun sang caleg ini memiliki visi dan misi brilian untuk memperjuangkan rakyat. Bayangkan, untuk membeli atribut-atribut kampanye saja, mulai dari bendera, baliho, banner, poster, hingga kaos dan korek api bergambar wajah sang caleg bisa menelan biaya yang sangat mahal. Belum terhitung biaya untuk bersosialisasi dari pintu ke pintu yang jumlahnya tak kalah besar. Tentu, hanya caleg dengan kekuatan finansial memadai yang dapat melakukan semua itu dengan solid.


Kendati hampir mustahil, bukan berarti tak ada peluang bagi caleg minim biaya untuk tampil sebagai pemenang. Jika percaya nasib, tentu segala sesuatu mungkin saja terjadi. Tetapi inipun rawan masalah. Bisa saja caleg minim biaya ini justeru suaranya “dirampok” oleh caleg yang kaya, karena misalnya, terjadi praktek dagang sapi yang disinggung di muka. Aduhai, bayangkan betapa kekisruhan akan terjadi. Balum lagi, masalah-masalah lainnya yang sudah pasti akan muncul. Lihat juga berbagai kesiapan pemilu yang terdapat banyak kekurangan di sana-sini. Mulai dari surat suara yang rusak, hingga kotak suara yang tak layak. Belum lagi soal kesiapan panitia pelaksana di tingkat kecamatan dan tingkat desa yang di sejumlah daerah masih kisruh prihal honorarium. Ingat juga, di sejumlah daerah alam mungkin bisa tidak bisa bersahabat dengan even akrab ini.


Seperti apapun kenyataannya, sebagai warga negara yang baik, kita tentu harus mendukung pileg 9 April nanti. Walau begitu, dengan catatan tidak bermaksud mengajak Pembaca berpikir pesimis, apalagi berniat menggagalkan pileg yang berbiaya sedemikian mahal, Penulis melihat pileg digelar pada hari yang bisa dikatakan “gawat.” Kenapa bisa begitu? Alasannya, pileg yang diselenggarakan pada 9 April bertepatan dengan hari Kamis Pahing, tanggal 13 Jumadil Awal 1942 menurut kalender Jawa, atau tanggal 13 Jumadil Ula 1930 Hijriyah menurut hitungan penanggalan Islam. Untuk menghitung kegawatan ini Penulis tidak sendirian, tetapi sengaja menjaring pendapat lebih dari 21 Kyai Khosois. Hal ini sengaja Penulis lakukan untuk membuat semacam pembentukan risalah seputar apa yang bakal terjadi dan mewarnai negeri ini. Dan pemahaman ini setidaknya sebagai makna ziadah atau positif untuk dijadikan suatu sikap agar kita semua berhati hati dan lebih bermawas diri.


Menurut perhitungan penanggalan Islam dalam kitab Afdzolus Sholawat diterangkan bahwa angka 13 disebut sebagai “Yaumunnahsin” atau berarti hari nahas/ jelek. Dijelaskan secara rinci bahwa sebaiknya tanggal ini jangan digunakan untuk permulaan aktivitas maupun sebagai perombakkan sebuah kinerja dalam lingkup muamalah manusia. Disamping itu, tanggal 13 juga amat dimakruhkan oleh seluruh filosofi ahli bathin Islam untuk melakukan semua permulaan kinerja. “Man asyrokot nahsinuha fasytarokot nuksonuha.” Demikian menurut istilah para Ahli Hikmah, yang kurang lebih artinya: “Barang siapa melakukan sebuah permulaan yang diambil dari dasar yang jelek, maka perjalanan selanjutnya akan banyak diwarnai cobaan hingga berakhirnya sebuah masa yang panjang.”
Tak hanya  itu, pileg 2009 yang jatuh pada hari Kamis, yang menurut hitungan adalah hari kelima, yang demikian juga berarti angka lima, maka dalam kitab Afdzolus Sholawat juga dijelaskan sebagai hari Yaumunnahsin atau hari yang jelek.


Sementara itu, menurut hitungan neptu Jawa hari tersebut dikatakan sebagai hari yang pahit. Kendati demikian, bulan April yang bertepatan dengan Jumadil Ula,  menurut perhitungan kitab Afdzolus Sholawat dikatakan sangat baik, atau sebagai bulan penuh barokah. Penulis juga menukil  pendapat Imam Ali Al Buni, yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini semua tak lain bersumber dari kehendak Qodho Qodarnya Allah SWT. Disamping Qodho dan Qodhar ini dua jalan kebaikan dan keburukan akan sejajar dan beriringan menyertai setiap langkah manusia, hingga pada akhirnya semuanya tergantung dari segala tingkah laku kita sendiri yang menjalankannya.


Pilihan menetapkan hari pileg 2009 yang jatuh pada Kamis 9 April, yang bertepatan dengan 13 Jumadil Awal 1942 menurut kalender Jawa, atau tanggal 13 Jumadil Ula 1930 Hijriyah menurut hitungan penanggalan Islam, jelas merupakan Qodho dan QodarNya. Dengan demikian, sesuai pemahaman di muka, maka jelas akan ada kebaikan dan keburukan yang berjalan secara beriringan. Jika anak bangsa negeri ini tidak bisa menyikapinya dengan bijak, tentulah akan terjadi hal-hal yang merugikan bagi masa depan bangsa ini.  Perjalanan  negeri ini ke depan,. mulai 2009 sampai 2014, jelas akan mengikuti dua fenomena jalur yang saling bersebrangan. Kebaikan akan dikalahkan oleh keburukan. Bahkan, menurut perhitungan, kita akan kembali mengalami masa-masa yang cukup sulit dan krusial, terutama di sektor ekonomi. Baru pada awal 2012 perekonomian bangsa ini akan menapaki kesetabilan. Namun jangan lupa, di sisi lain bencana akan tetap mendera sang Ibu Pertiwi dikarenakan perbuatan yang ditimbulkan dari umat manusia itu sendiri.


Sebagai pencegahannya, siapapun pemimpin bangsa ini kelak, maka dia harus lebih dahulu mencontohkan kepada seluruh rakyatnya tentang arti ketulusan, kedermawanan, dan sikap rela berkorban tanpa pamrih. Seperti seorang hamba yang memberi sedekah. Dia tidak mengingatnya lagi, dan tak pernah berhitung akan pahala kebaikan yang diterimanya. Hanya dengan semangat tipe kepemimpinan seperti inilah kunci dari pencegahan segala musibah yang akan datang tanpa terduga. “Assodakotu ‘Anil Bala.”Aartinya: “Sodakoh bagian dari mencegah marabahaya.” Karena itulah, jadilah pemimpin yang senang mensedekahkan dirinya demi kebaikan negeri ini.


“Surya dan cahaya yang menjadi temanya bangsa malaikat. Jibril AS yang mengepalai seluruhnya. Mereka sudah berpaling dari mahkluk bumi yang dilihatnya penuh dengan wajah binatang menjijikkan, sifat kasih sayang yang seharusnya mereka berikan, kini dengan dilihatnya tanpa penghuni, menjadikan mereka perlahan meratakan isi bumi.” Demikian ucap Habib Abdur Rohman bin Ahmad Assegaf, Tebet, yang pernah Penulis kunjungi lima bulan sebelum beliau tutup usia. Kata-kata tersebut secara luas kiranya dapat ditafsirkan, bahwa: “Matahari, bulan dan bintang, bangsa malaikat dan para pemimpinya yang dikepalai oleh malaikat Jibril AS, mereka sudah tidak mengindahkan mahkluk bumi yang menurut mereka sudah tidak dihuni lagi oleh bangsa manusia, melainkan hampir semuanya dihuni oleh binatang yang menjijikkan. Sifat rohmat dan welas asih yang tertanam di hati hamba yang penuh kelembutan ini tidak lagi tertuang untuk bangsa manusia yang penuh akan kemaksiatan dan kedzoliman, sehingga hampir seluruh tubuh manusia yang ada di muka bumi ini dilihatnya penuh akan  hawa nafsu hewaniah, disinilah mereka para ahli langit melihatnya bahwa bumi hampir seluruhnya telah kosong dan penuh dengan penghuni berwajah binatang sehingga dengan gelapnya isi bumi, mereka dengan sifat koharnya berani menurunkan musibah dan kerusakan sifat alam.”


Pileg 9 April 2009 adalah salah satu bagian dari gawe manusia yang banyak menimbulkan hawa panas dari apa yang disebut sebagai nafsu hewaniah. Yang kuat memangsa yang lemah, dan yang lemah hanya bisa berpasrah diri menerima nasibnya. Simbolisasi hukum rimba ini potensial akan menjadi bagian penting pra dan pasca pemilu. “Pemimpin kehilangan wibawa, rakyat sengsara!” Demikian sasmita yang disampaikan oleh beberapa Kyai Khosois. Sasmita yang sejatinya tidak perlu diterjemahkan dengan bahasa yang panjang dan berliku, sebab sudah amat jelas maksudnya. Pileg 2009 terpantau akan melahirkan banyak sekali persoalan baru bagi bangsa ini. Tidak hanya persoalan pada tataran yang ditimbulkan oleh kekisruhan dari sebuah sistim yang rumit, namun juga dari output yang akan dilahirkan. Kelak, para anggota dewan yang terhormat yang duduk di jenjangnya masing-masing, akan menunjukkan kualitas yang sangat memprihatinkan. Agaknya, ini pula korelasi yang dimaksud oleh para Kai Khosois dengan sasmitanya tadi: “Pemimpin kehilangan wibawa, rakyat sengsara!” Ya, bisa dibayangkan apa jadinya kalau pemimpin kehilangan wibawa.


Lebih celaka lagi, bak kata pepatah: “Gajah berkelaihi, pelanduk terinjak-injak.” Para pemimpin akan asyik berdebat hal-hal prosedural semata, sedangkan rakyat dibiarkan mengurusi dirinya. Sebagai anak bangsa yang mendambakan kesentosaan negerinya, tentu saja kita berharap semua hal yang, mungkin pesimistis, ini tidak sungguh-sungguh terjadi. Dan seperti yang Penulis katakana dimuka, yang terpenting, jadikanlah analisis ini sebagai sebagai makna ziadah atau positif, yang semoga saja dapan melahirkan suatu sikap untuk kita semua agar selalu berhati hati dan lebih bermawas diri. Semoga…!

Percaya atau tidak... ya itu dikembalikan kepada pemikiran anda masing-masing bukan? Ilmu niteni biasanya ampuh and jitu lho..... Ini menurut penerawangan Ki Idris Nawawi. TJA


Selengkapnya......

BAWASLU TETAPKAN "STATUS GAWAT" PADA PEMILU 2009

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menetapkan "status gawat pemilu" karena distribusi logistik masih karut-marut. Jika keadaan ini dibiarkan, status pemilu mendekati genting. Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan itu saat konferensi pers soal pengawasan distribusi logistik Pemilu 2009 di Hotel Millenium, Jln. Budi Kemulyaan, Jakarta Pusat, Jumat (27/3).

"Logistik, terutama surat suara, pada H-14 dalam keadaan gawat. Berdasarkan kondisi logistik itu, Pemilu 2009 berstatus gawat. Indikatornya distribusi logistik yang sebarannya hanya terkonsentrasi di beberapa tempat dan belum menjangkau wilayah-wilayah lain," kata Nur Hidayat.

Bawaslu juga menetapkan 46 kab./kota di delapan belas provinsi sebagai wilayah rawan logistik surat suara, yaitu Jabar, Sumut, Sumbar, Sumsel, Bengkulu, DKI Jakarta, Jateng, Jatim, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulsel, Sultra, dan Maluku.

Wilayah kab./kota yang dikategorikan rawan logistik, di antaranya Kab. Ciamis, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat. Di Kab. Ciamis, Bawaslu menemukan 813.089 surat suara rusak yang terdiri atas 1.185 untuk DPR RI, 1.638 surat suara DPD, 1.973 surat suara DPRD provinsi, dan 808.293 surat suara DPRD kab./kota.

Rusak

Berdasarkan investigasi Bawaslu dan laporan data dari panwaslu daerah, total jumlah surat suara rusak dan kurang sebanyak 6.331.905. Jumlah itu terdiri atas 2.683.927 surat suara rusak dan kekurangan surat suara mencapai 3.652.978.

"Hingga saat ini, distribusi logistik surat suara sama sekali belum diterima Provinsi Papua Barat. Melihat kondisi logistik seperti itu, status pemilu bisa berlanjut ke status genting dan kritis," kata Nur Hidayat.

Untuk itu, Hidayat berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak terlalu mengumbar optimisme yang tidak dilandasi data akurat. "Kami ingin KPU menepati jadwalnya. Kami mengawasi ketat," ujarnya.

KPU juga harus terbuka kepada anggota panwaslu yang mempertanyakan kesiapan logistik. "Berdasarkan laporan anggota panwaslu daerah, KPU kerap menutup-nutupi informasi seputar kesiapan logistik," kata Nur Hidayat.

Kinerja perusahaan

Selain masalah distribusi, Bawaslu juga menyoroti kinerja perusahaan percetakan yang diwarnai beberapa pelanggaran berat, di antaranya pengamanan pencetakan surat suara dan kredibilitas perusahaan percetakan.

Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fredeilina Sitorus, mengatakan, investigasi Bawaslu menemukan banyak surat suara yang salah cetak disebar begitu saja. "Ada surat suara yang dipakai alas duduk atau menutup kaleng cat. Seharusnya dimusnahkan sehingga tidak ditemukan surat suara yang beredar bebas," ujarnya.

Bawaslu juga menemukan bukti beberapa perusahaan yang dimiliki caleg DPR RI dari salah satu partai di Jakarta. "Kami pun menemukan perusahaan yang menyubkontrakkan pencetakan surat suaral yang dilarang Keppres No. 80/2008," katanya.

Selengkapnya......
 
Cebong`s Notez
---- Bincang-bincang Politik Indonesia. Green World Blogger Template---- © Template Design by Syam